Minggu, 13 September 2015

Motivasi Entrepreneurship dari Raja Bunu



Sejak awal keberadaannya, secara alamiah manusia berusaha mempertahankan kelangsungan hidupnya. Mulanya, usaha tersebut hanyalah pemenuhan kebutuhan akan makanan. Manusia primitif melakukannya dengan cara berburu, kemudian bercocok tanam, hingga barter.  Namun, masa kini kebutuhan manusia tentu lebih variatif mencakup kebutuhan primer, sekunder hingga tersier.  Disampaikan pula dalam kitab Panaturan Pasal 22, bahwa Raja Bunu sebagai manusia pertama di muka bumi ini tidak dapat tumbuh sehat hanya dengan memakan pantar pinang/buah pinang seperti kedua saudaranya, Raja Sangen dan Raja Sangiang. Kemudian Ranying Hatalla/Tuhan menciptakan beras sebagai makanannya. Simbolisasi beras tersebut bermakna hakikat manusia sebagai mahluk material yang perlu dipelihara dengan cara memenuhi kebutuhan hidupnya dan bertanggungjawab mengusahakannya dengan berbagai cara. Karena, tubuh ini adalah media penting untuk manusia berbuat/berkarma bahkan untuk mendekatkan diri dengan Ranying Hatalla.
Aktivitas ekonomi kemudian muncul sebagai bentuk usaha manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Perkembangan aktivitas ekonomi tersebut pun dinamis seiring waktu. Salah satu buktinya, fenomena global masa kini, trend entrepreneurship ditunjang pasar global kemudian memberi peluang menggiurkan bagi pelakunya. Dipermudah pula dengan fasilitas berbasis online yang memungkinkan setiap orang dari berbagai kalangan untuk menjadi entrepreneur/wirausahawan dengan ruang gerak lebih luas dan peluang profit yang tinggi. Sehingga, entrepreneurship dianggap salah satu jalan menjanjikan untuk mencapai kesuksesan finansial masa kini. Kemudian, bagaimanakah idealnya seorang entrepreneur Hindu?
Jawabannya, tentu seorang yang tidak mengabaikan dharma/kebaikan. Namun, totalitas dalam entrepreneurship juga harus dilakukan. Karena basically Hindu adalah ajaran holistik yang mencakup aspek spiritual dan duniawi. Bahkan Raja Bunu memberi teladan dalam Panaturan Pasal 24; “Raja Sangen, Raja Sangiang dan Raja Bunu dianugerahi Gajah Bakapek Bulau, Unta Hajaran Tandang Barikur Hintan” yang menarasikan perjalan ketiganya menemukan binatang besar nan menarik, Gajah Bakapek Bulau. Ketiganya kemudian berebut hak sebagai pemilik binatang tersebut lalu berusaha untuk menangkap dan membunuhnya. Namun, hanya Raja Bunu lah yang mampu membunuhnya dengan Duhung Papan Benteng hingga darahnya mengalir membahasahi bumi lalu berubah menjadi emas, permata, kekayaan alam, dan berbagai tanaman obat-obatan".

Raja Bunu dalam pasal tersebut meneladankan bahwa manusia sepatutnya menyadari kemampuannya. Senjata berupa Duhung Papan Benteng dibuat dari Sanaman Leteng yang adalah anugerah dari Ranying Hatalla bagi manusia yang hidup di Lewu Injam Tingang/dunia. Apabila diinterpretasikan adalah kemampuan manusia untuk berpikir/idep/kapintar-kaharati. Karena, dari semua mahluk lainnya hanya manusia yang memiliki kecerdasan dan kemampuan berpikir. Manusia dapat memilah hal baik dan buruk serta mendayagunakan modal fisik dan non-fisiknya untuk segala hal termasuk aktivitas ekonomi. Sehingga memungkinkan manusia memenuhi kebutuhan dan memelihara kelangsungan hidupnya yang disimbolkan dengan berbagai kekayaan alam dan tanaman obat-obatan dari darah Gajah Bakapek Bulau. Dengan demikian diharapkan di era yang menuntut mobilitas tinggi,  seorang Hindu dapat aktif dan dinamis sebagai bentuk penghormatan atas anugerah Ranying Hatalla berupa kecerdasan/idep. Motivasi dari Raja Bunu tersebut dapat dijadikan semangat untuk melakukan persaingan sehat dan totalitas untuk mengepakkan sayap selebar-lebarnya di dunia entrepreneurship tanpa ragu dan dengan gagah berani. (sumber: Majalah Wartam)