Sejak
awal keberadaannya, secara alamiah manusia berusaha mempertahankan kelangsungan
hidupnya. Mulanya, usaha tersebut hanyalah pemenuhan kebutuhan akan makanan. Manusia
primitif melakukannya dengan cara berburu, kemudian bercocok tanam, hingga
barter. Namun, masa kini kebutuhan
manusia tentu lebih variatif mencakup kebutuhan primer, sekunder hingga
tersier. Disampaikan pula dalam kitab
Panaturan Pasal 22, bahwa Raja Bunu sebagai manusia pertama di muka bumi ini
tidak dapat tumbuh sehat hanya dengan memakan pantar pinang/buah pinang seperti kedua saudaranya, Raja Sangen dan
Raja Sangiang. Kemudian Ranying Hatalla/Tuhan menciptakan beras sebagai makanannya. Simbolisasi
beras tersebut bermakna hakikat manusia sebagai mahluk material yang perlu
dipelihara dengan cara memenuhi kebutuhan hidupnya dan bertanggungjawab
mengusahakannya dengan berbagai cara. Karena, tubuh ini adalah media penting
untuk manusia berbuat/berkarma bahkan untuk mendekatkan diri dengan Ranying Hatalla.
Aktivitas
ekonomi kemudian muncul sebagai bentuk usaha manusia untuk memenuhi
kebutuhannya. Perkembangan aktivitas ekonomi tersebut pun dinamis seiring
waktu. Salah satu buktinya, fenomena global masa kini, trend entrepreneurship ditunjang
pasar global kemudian memberi peluang menggiurkan bagi pelakunya. Dipermudah
pula dengan fasilitas berbasis online
yang memungkinkan setiap orang dari berbagai kalangan untuk menjadi entrepreneur/wirausahawan dengan ruang
gerak lebih luas dan peluang profit yang
tinggi. Sehingga, entrepreneurship dianggap salah satu
jalan menjanjikan untuk mencapai kesuksesan finansial masa kini. Kemudian, bagaimanakah
idealnya seorang entrepreneur Hindu?
Jawabannya, tentu seorang yang tidak
mengabaikan dharma/kebaikan. Namun,
totalitas dalam entrepreneurship juga
harus dilakukan. Karena basically Hindu
adalah ajaran holistik yang mencakup aspek spiritual dan duniawi. Bahkan Raja Bunu memberi teladan dalam
Panaturan Pasal 24; “Raja Sangen, Raja Sangiang dan Raja Bunu dianugerahi Gajah Bakapek Bulau, Unta Hajaran Tandang
Barikur Hintan” yang menarasikan perjalan ketiganya menemukan binatang
besar nan menarik, Gajah Bakapek Bulau. Ketiganya
kemudian berebut hak sebagai pemilik binatang tersebut lalu berusaha untuk
menangkap dan membunuhnya. Namun, hanya Raja Bunu lah yang mampu membunuhnya
dengan Duhung Papan Benteng hingga
darahnya mengalir membahasahi bumi lalu berubah menjadi emas, permata, kekayaan
alam, dan berbagai tanaman obat-obatan".
Raja
Bunu dalam pasal tersebut meneladankan bahwa manusia sepatutnya menyadari
kemampuannya. Senjata berupa Duhung Papan Benteng dibuat dari Sanaman Leteng yang adalah anugerah dari
Ranying Hatalla bagi manusia yang
hidup di Lewu Injam Tingang/dunia. Apabila
diinterpretasikan adalah kemampuan manusia untuk berpikir/idep/kapintar-kaharati. Karena,
dari semua mahluk lainnya hanya manusia yang memiliki kecerdasan dan kemampuan
berpikir. Manusia dapat memilah hal baik dan buruk serta mendayagunakan modal
fisik dan non-fisiknya untuk segala hal termasuk aktivitas ekonomi. Sehingga
memungkinkan manusia memenuhi kebutuhan dan memelihara kelangsungan hidupnya
yang disimbolkan dengan berbagai kekayaan alam dan tanaman obat-obatan dari
darah Gajah Bakapek Bulau. Dengan
demikian diharapkan di era yang menuntut mobilitas tinggi, seorang Hindu dapat aktif dan dinamis sebagai
bentuk penghormatan atas anugerah Ranying
Hatalla berupa kecerdasan/idep. Motivasi
dari Raja Bunu tersebut dapat dijadikan semangat untuk melakukan persaingan
sehat dan totalitas untuk mengepakkan sayap selebar-lebarnya di dunia entrepreneurship tanpa ragu dan dengan
gagah berani. (sumber: Majalah Wartam)