Dalam Teologi Agama Hindu, manusia dikatakan adalah miniatur alam semesta dengan unsur alam yang ada di dalamnya seperti air, tanah, udara, api, dan ether. Sehingga, manusia dan alam semesta adalah satu kesatuan yang saling ketergantungan satu sama lain.
Agama Hindu Kaharingan yakin bahwa ada dua ruang lingkup alam kehidupan, yaitu kehidupan alam nyata dan kehidupan alam maya. Menurut Hindu Kaharingan, yang berada di alam kehidupan nyata ialah makhluk tak hidup, tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia. Sedangkan yang berada di alam kehidupan maya adalah sesuatu yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang dan sudah masuk ke ranah metafisika yang tidak dapat dijangkau oleh indria dan tidak dapat diterima secara logika (akal sehat).
Kedua alam kehidupan ini dapat saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Sehingga, hal tersebut menjadi latar belakang utama keyakinan umat Hindu Kaharingan terhadap adanya kehidupan dan kekuatan supranatural yang sangat dekat dengan kehidupannya. Keyakinan tersebut juga menjadi alasan utama munculnya tiga kerangka dalam setiap kehidupan religiusnya, yaitu upacara (acara keagamaan/ritual keagamaan), upakara (sarana dan prasarana dalam sebuah ritual keagamaan), dan tattwa/filsafat (makna dari simbol-simbol dan setiap ritual keagamaan) yang menjadi benang merah utama Hindu dan kaharingan.
Salah satunya, upakara dalam persembahyangan umat Hindu Kaharingan yaitu “Bulu Burung Tingang” yang biasanya digunakan sebagai sarana utama yang ada di Sangku Tambak Raja. Bulu indah dengan tiga warna yang selalu teratur, yaitu; putih, hitam, dan putih. Bukan tanpa alasan leluhur suku Dayak menggunakan bulu burung Tingang sebagai sarana utama persembahyangan (Basarah). Selain aspek religi dan magis yang terdapat dalam setiap upakara umat Hindu Kaharingan, daya intelektual mereka yang tinggi telah mampu memberikan petuah yang sangat berharga di dalam sebuah bulu burung Tingang.
Dalam bahasa Sangiang, bulu burung Tingang disebut Dandang Tingang, yang merupakan percikan dari Danum Nyalung Kaharingan Belum (Air Suci Kehidupan) yang diberikan Ranying Hatalla kepada Raja Bunu untuk memberikan kehidupan kepada calon istrinya Kameluh Tanteluh Petak. Air Suci Kehidupan itu ditempatkan di Luhing Patung Tingang (destar/ikat kepala) milik Raja Bunu yang terlempar ke atas. Seperti tertulis dalam Panaturan:
“Ie Raja Bunu palus malusut Luhing Patung Tingange, hapa nantalai Nyalung Kaharingan Belum, Guhung Panaling Aseng bara Ranying Hatalla”
(Panaturan, Pasal 27: Ayat 19)
Artinya:
Saat itu juga Raja Bunu langsung melepaskan Luhing Patung Tingang-nya (destar/ikat kepala) untuk tempatnya menerima atau menyimpan Air Suci Kehidupan dari Ranying Hatalla.
Setelah itu destar tersebut berubah menjadi burung Tingang atau dalam bahasa Sangiang disebut Tingang Rangga Bapantung Nyahu. Kemudian Ranying Hatalla menganugrahi burung Tingang sehingga dapat dijadikan perantara permohonan dan ucapan syukur kepada Ranying Hatalla. Makna filosofis dari tiga warna dalam bulu burung Tingang adalah:
1) Warna putih bagian atas, berarti alam kekuasaan Ranying Hatalla Langit ( Tuhan Yang Maha Esa) Ia yang Maha Suci atau dalam keyakinan Hindu Kaharingan disebut Lewu Tatau.
2) Warna hitam ditengah, berarti alam kehidupan manusia didunia ini yang penuh dengan pertentangan, perselisihan, baik antara kebenaran dengan ketidakbenaran.
3) Warna putih dibagian bawah berarti kesucian yang dapat dicapai melalui usaha individu melawan ketidakbenaran (adharma) yang pada saatnya, bila dihubungkan dengan upacara keagamaan Hindu Kaharingan yaitu sampai pada upacara Tiwah/Wara.
Sehingga, suku Dayak Hindu Kaharingan memahami bahwa manusia berasal dari Ranying Hatalla yang kemudian turun ke dunia untuk belajar tentang banyak hal yang tidak jarang dapat membuatnya terjerumus dalam dosa dan kesalahan. Namun, tidak ada kesempurnaan dalam kehidupan di dunia ini, karena dunia adalah lautan penderitaan (samsara) atau Lewu Injam Tingang, kehidupan sementara yang terus bergulir. Sehingga, dosa dan kebaikan adalah Rwa Bhineda, hitam putih kehidupan yang selalu ada.
Manusialah yang kemudian dapat mengembalikan kesucian dan kemurniannya, kembali ke hakikatnya sebagai percikan Ranying Hatalla, yang mengalir di dalamnya Danum Nyalung Kaharingan Belum (Air Suci Kehidupan) dan Hintan Kaharingan (Cahaya Suci-NYA) untuk kembali menyatu dengan Ranying Hatalla Langit Tuhan Tambing Kabanteran Bulan Raja Tuntung Matan Andau, Jatha Balawang Bulau Kanaruhan Bapager Hintan di Lewu Tatau yang kekal abadi.
ini sangat bermanfaat menambah ilmu pengetahuan..
BalasHapus